Batik, kekayaan Indonesia yang tak ternilai, dengan nilai seni
tinggi, filosofi yang dalam, serta makna keagungan budaya nusantara.
Batik telah menjadi ciri khas bangsa, dan jika menilik dari asalnya
yaitu tanah jawa.
Kata Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Sehingga secara bahasa,”Batik” bisa diartikan sebagai menggambar titik. Setiap motif pada batik tradisional klasik selalu memiliki filosofi tersendiri, dan sebagai media penyampai pesan. Motif pada batik tidak terlepas dari pandangan pencipta motif tersebut, hal ini pun bisa dilihat dari penamaan motif batik yang berkaitan dengan harapan.
Tak heran pada motif tertentu yang dianggap sakral hanya dapat dipakai pada kesempatan atau peristiwa tertentu, diantaranya pada upacara pernikahan. Berbagai motif yang digunakan dalam pernikahan dikategorikan dalam motif Sawitan Kembar (sepasang), yaitu Sido Mukti, Sido Mulyo, Sido Luhur.
Sido Mukti
Dalam bahasa Jawa, Sido berarti terus menerus atau menjadi, sedangkan Mukti berarti hidup berkecukupan dan kebahagiaan. Makna dari motif ini adalah harapan akan masa depan yang baik dan penuh kebahagiaan bagi kedua mempelai.
Sido Asih
Motif Sido Asih juga dipenuhi dengan harapan filosofis bagi kedua mempelai. Asih dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang. Makna dari motif Sido Asih adalah harapan akan masa depan yang penuh kasih sayang.
Sido Mulyo
Motif popular lain adalah Sido Mulyo yang berarti kehidupan dalam kemuliaan.
Menurut seorang pengamat budaya Jawa, Winarso Kalinggo, motif itu kemudian dimanifestasikan ke selembar kain (dicanting) oleh Nyi Ageng Henis. Nyi Ageng sendiri adalah seorang yang mempunyai kesaktian. Mitosnya, Nyi Ageng selalu megeng (menahan) nafas dalam mencanting sampai habisnya lilin dalam canting tersebut. Hal itu dimaksudkan agar konsentrasi terjaga dan seluruh doa dan harapan dapat tercurah secara penuh ke kain batik tersebut.
Ratu Ratih-Semen Rama
Ratu Ratih dan Semen Rama bukan merupakan batik kembar sepasang (sawitan), namun kedua motif ini biasa dipakai oleh pasangan pengantin sebagai perlambang kesetiaan seorang istri kepada suaminya.
Truntum
Bagi kedua orangtua mempelai, juga terdapat motif khusus yang sarat harapan antara lain Truntum. Truntum bisa juga diartikan sebagai menuntun. Makna motif batik Truntum adalah menuntun kedua mempelai dalam memasuki lika-liku kehidupan berumah tangga.
Menurut budayawan Winarso Kalinggo, motif itu diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk. Anak dari seorang abdi dalem bernama Mbok Wirareja. Kanjeng Ratu Beruk adalah isteri dari Paku Buwono III (bertahta dari 1749–1788 M) tetapi berstatus garwa ampil, bukan permaisuri kerajaan.
Persoalan status ini menjadikan Kanjeng Ratu Beruk selalu gundah. Ia mendamba jadi permaisuri kerajaan, sebuah status yang begitu dihormati dan dipuja orang sejagad keraton. Tapi lebih dari semua itu, Kanjeng Ratu Beruk ingin selalu berada di samping sang raja agar malam-malam sunyi tidak ia lewati sendirian.
Pada suatu malam, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang berpasir pantai. Seketika itu juga ia mencanting motif truntum dengan latar ireng (hitam). “Ini refleksi dari sebuah harapan. Walaupun langit malam tiada bulan, masih ada bintang sebagai penerang. Selalu ada kemudahan di setiap kesulitan. Sekecil apa pun kesempatan, ia tetap bernama kesempatan,” begitu ujar Winarso Kalinggo melukiskan harapan Ratu pembuat truntum.
Sido Wirasat
Wirasat berarti nasehat. Dalam motif Sido Wirasat terdapat juga kombinasi motif truntum di dalamnya. Motif ini biasanya dipakai orangtua pengantin dan melambangkan orangtua yang akan selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga.
Wow…batik bermakna sangat dalam kan…tambah bangga deh pakai batik…:D
Dari berbagai sumber
Gambar : google images
Kata Batik berasal dari bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”. Sehingga secara bahasa,”Batik” bisa diartikan sebagai menggambar titik. Setiap motif pada batik tradisional klasik selalu memiliki filosofi tersendiri, dan sebagai media penyampai pesan. Motif pada batik tidak terlepas dari pandangan pencipta motif tersebut, hal ini pun bisa dilihat dari penamaan motif batik yang berkaitan dengan harapan.
Tak heran pada motif tertentu yang dianggap sakral hanya dapat dipakai pada kesempatan atau peristiwa tertentu, diantaranya pada upacara pernikahan. Berbagai motif yang digunakan dalam pernikahan dikategorikan dalam motif Sawitan Kembar (sepasang), yaitu Sido Mukti, Sido Mulyo, Sido Luhur.
Sido Mukti
Dalam bahasa Jawa, Sido berarti terus menerus atau menjadi, sedangkan Mukti berarti hidup berkecukupan dan kebahagiaan. Makna dari motif ini adalah harapan akan masa depan yang baik dan penuh kebahagiaan bagi kedua mempelai.
Sido Asih
Motif Sido Asih juga dipenuhi dengan harapan filosofis bagi kedua mempelai. Asih dalam bahasa Jawa berarti kasih sayang. Makna dari motif Sido Asih adalah harapan akan masa depan yang penuh kasih sayang.
Sido Mulyo
Motif popular lain adalah Sido Mulyo yang berarti kehidupan dalam kemuliaan.
Sido Luhur
Sedangkan motif Sido Luhur artinya senantiasa berbudi luhur. Konon
motif sidoluhur dibuat khusus oleh Ki Ageng Henis, ayahanda Ki Ageng
Pamanahan, pendiri desa Mataram, yang kemudian berkembang menjadi
Kesultanan Mataram, untuk anak keturunannya. Harapannya agar si pemakai
dapat berhati serta berpikir luhur sehingga dapat berguna bagi
masyarakat banyak.Menurut seorang pengamat budaya Jawa, Winarso Kalinggo, motif itu kemudian dimanifestasikan ke selembar kain (dicanting) oleh Nyi Ageng Henis. Nyi Ageng sendiri adalah seorang yang mempunyai kesaktian. Mitosnya, Nyi Ageng selalu megeng (menahan) nafas dalam mencanting sampai habisnya lilin dalam canting tersebut. Hal itu dimaksudkan agar konsentrasi terjaga dan seluruh doa dan harapan dapat tercurah secara penuh ke kain batik tersebut.
Ratu Ratih-Semen Rama
Ratu Ratih dan Semen Rama bukan merupakan batik kembar sepasang (sawitan), namun kedua motif ini biasa dipakai oleh pasangan pengantin sebagai perlambang kesetiaan seorang istri kepada suaminya.
Truntum
Bagi kedua orangtua mempelai, juga terdapat motif khusus yang sarat harapan antara lain Truntum. Truntum bisa juga diartikan sebagai menuntun. Makna motif batik Truntum adalah menuntun kedua mempelai dalam memasuki lika-liku kehidupan berumah tangga.
Menurut budayawan Winarso Kalinggo, motif itu diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk. Anak dari seorang abdi dalem bernama Mbok Wirareja. Kanjeng Ratu Beruk adalah isteri dari Paku Buwono III (bertahta dari 1749–1788 M) tetapi berstatus garwa ampil, bukan permaisuri kerajaan.
Persoalan status ini menjadikan Kanjeng Ratu Beruk selalu gundah. Ia mendamba jadi permaisuri kerajaan, sebuah status yang begitu dihormati dan dipuja orang sejagad keraton. Tapi lebih dari semua itu, Kanjeng Ratu Beruk ingin selalu berada di samping sang raja agar malam-malam sunyi tidak ia lewati sendirian.
Pada suatu malam, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang berpasir pantai. Seketika itu juga ia mencanting motif truntum dengan latar ireng (hitam). “Ini refleksi dari sebuah harapan. Walaupun langit malam tiada bulan, masih ada bintang sebagai penerang. Selalu ada kemudahan di setiap kesulitan. Sekecil apa pun kesempatan, ia tetap bernama kesempatan,” begitu ujar Winarso Kalinggo melukiskan harapan Ratu pembuat truntum.
Sido Wirasat
Wirasat berarti nasehat. Dalam motif Sido Wirasat terdapat juga kombinasi motif truntum di dalamnya. Motif ini biasanya dipakai orangtua pengantin dan melambangkan orangtua yang akan selalu memberi nasehat dan menuntun kedua mempelai dalam memasuki kehidupan berumahtangga.
Wow…batik bermakna sangat dalam kan…tambah bangga deh pakai batik…:D
Dari berbagai sumber
Gambar : google images
No comments:
Post a Comment