Haiiiii… undangan lover, artikel kali ini kita mau jalan-jalan ke
kota Makassar ni.. selain terkenal dengan kulinernya kaya coto
makassarnya,pisang ijo,dll ternyata prosesi pernikahan adatnya juga unik
lho.. ga percaya?..yuk di baca artikelnya…hehehehe
Tata Cara Perkawinan Adat Makassar
Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:
1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
Dalam tahapan ini keluarga calon mempelai laki-laki melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk mengetahui latar belakang dan keadaan pihak calon mempelai wanita.
2. A’suro (Massuro) atau melamar.
Tahap kedua adalah assuro yaitu acara pinangan atau lamaran. Dalam cara ini secara resmi pihak calon mempelai pria menyatakan keinginannya kepada calon mempelai wanita. Di jaman dahulu, proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan.
Proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan
3. A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa’nassa yaitu kedua belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria.
4. A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
Cara ini dilakukan setelah pinangan diterima secara resmi, prosesi ini sama dengan prosesi pertunangan di daerah lain. Dalam tradisi Makassar, acara ini disebut A’bayuang, prosesinya berupa pengantaran passikko’ atau pengikat oleh keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai wanita, biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passikko’ diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Ca’di. Namun karena pertimbangan waktu dan kesibukan, di jaman sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Appa’nassa.
5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Biasanya berlangsung selama tiga hari.
6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
Sebelum acara ini dilakukan, keluarga calon mempelai wanita membuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga. Rangkaian dari upacara ini terdiri dari appasili bunting, a’bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting dilakukan sekitar pukul 09.00 – 10.00 pagi. Pemilihan waktu itu memiliki maksud agar calon mempelai wanita berada dalam kondisi yang segar bugar. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya.
Gambar 1: Perangkat adat prosesi Siraman.
Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:
• Pammaja besar/Gentong.
• Gayung/tatakan pammaja.
• Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
• Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
• Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul.
• Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.
• Kelapa tunas.
• Gula merah.
• Pa’dupang.
• Leko’ passili.
Prosesi Acara Appassili:
• Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.
Gambar 2: Calon mempelai wanita memohon doa restu pada kedua orang tua
Gambar 3. Calon mempelai wanita menuju tempat siraman di bawah naungan Payung Lellu.
• Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan
terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
Gambar 4. Prosesi acara Appassili (siraman)
• A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.
Gambar 6: Prosesi A’bubbu’ (Macceko)
• Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya, Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan dalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.
Gambar 6: Prosesi Acara Appakanre bunting
7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas makassar, yang terdiri dari:
• Pelaminan (lamming);
• Bantal;
• Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal;
• Bombong Unti (Pucuk daun pisang);
• Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar;
• Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) yang ditumbuk halus;
• Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak hingga mekar;
• Unti Te’ne (Pisang Raja);
• Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan);
• Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).
Gambar 7: Situasi ruangan tempat prosesi Akkorontigi/Mappacci
Acara Akkorontigi merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan. Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya. Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun pacar ke tangan si calon mempelai. Masyarakat Makassar memiliki keyakinan bahwa daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Akkorontigi, yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia.
Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:
Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Gambar 8. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci
Malam korontigi dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
8. Assimorong atau akad nikah.
Acara ini dilaksanakan di rumah mempelai wanita, dan merupakan acara akad nikah serta menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita yang disebut Simorong. Calon mempelai pria diantar oleh dua rombongan keluarga pria, dengan komposisi:
Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
• Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories untuk calon pengantin wanita.
• Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
Perangkat adat, yang terdiri dari:
• Seorang laki-laki pembawa tombak.
• Tiga orang anak kecil pembawa ceret.
• Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
• Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
• Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
Menyusul rombongan Calon mempelai Pria, yang terdiri dari:
• Rombongan orang tua;
• Rombangan saudara kandung;
• Rombongan sanak keluarga;
• Rombongan undangan.
Di masa sekarang, Assimorong dan prosesi Appanai Leko Lompo (seserahan) dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
Keluarga Calon Mempelai Wanita lalu keluar menjemput kedatangan rombongan calon mempelai pria, dengan komposisi sebagai berikut:
• Dua pasang sesepuh dari calon mempelai wanita keluar menjemput calon mempelai pria dan memegang Lola menuntun calon pengantin pria memasuki rumah calon pengantin wanita;
• Seorang ibu yang bertugas menaburkan benno (sejenis pop corn dari beras) ke calon pengantin pria saat memasuki gerbang kediaman calon pengantin wanita.
• Penerima erang-erang atau seserahan.
• Penerima tamu.
Gambar 9. Prosesi acara Mappasikarawa/A’padongko Nikkah
Gambar 10. Prosesi acara penyerahan mahar atau mas kawin
Prosesi acara Assimorong :
Setelah calon pengantin pria beserta rombongan tiba di sekitar kediaman calon pengantin wanita, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika calon pengantin pria telah siap di bawa Lellu, sesepuh dari pihak calon pengantin wanita datang menjemput dengan mengapit calon pengantin pria dan menggunakan Lola menuntun calon pengantin pria menuju gerbang kediaman calon pengantian wanita. Saat tiba di gerbang halaman, calon pengantin pria disiram dengan Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga calon pengantin wanita. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu calon pengantian pria beserta rombongan memasuki kediaman calon pengantin wanita untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.
Ini merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami.
9. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita, pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh anrong bunting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appala’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.
10. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang
Seru dan menarik banget ya prosesinya.. .. Hmmm dari Makassar jalan-jalan kemana lagi yaa??..hehehe, penasaran kan?Tunggu artikel selanjutnya yaa..
Salam Undanganpro,
-kaeru-
Sumber :
(http://sanggartamalatejakarta.blogspot.com)
http://jendelabugis.blogspot.com/2010/03/tata-cara-perkawinan-adat-makassar.html
http://majalahversi.com/makassar/prosesi-pernikahan-ala-adat-makassar
Tata Cara Perkawinan Adat Makassar
Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:
1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
Dalam tahapan ini keluarga calon mempelai laki-laki melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk mengetahui latar belakang dan keadaan pihak calon mempelai wanita.
2. A’suro (Massuro) atau melamar.
Tahap kedua adalah assuro yaitu acara pinangan atau lamaran. Dalam cara ini secara resmi pihak calon mempelai pria menyatakan keinginannya kepada calon mempelai wanita. Di jaman dahulu, proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan.
Proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan
3. A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa’nassa yaitu kedua belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan kesanggupan pihak keluarga pria.
4. A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
Cara ini dilakukan setelah pinangan diterima secara resmi, prosesi ini sama dengan prosesi pertunangan di daerah lain. Dalam tradisi Makassar, acara ini disebut A’bayuang, prosesinya berupa pengantaran passikko’ atau pengikat oleh keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai wanita, biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passikko’ diiringi dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Ca’di. Namun karena pertimbangan waktu dan kesibukan, di jaman sekarang acara ini dilakukan bersamaan dengan acara Appa’nassa.
5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Biasanya berlangsung selama tiga hari.
6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
Sebelum acara ini dilakukan, keluarga calon mempelai wanita membuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga. Rangkaian dari upacara ini terdiri dari appasili bunting, a’bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting dilakukan sekitar pukul 09.00 – 10.00 pagi. Pemilihan waktu itu memiliki maksud agar calon mempelai wanita berada dalam kondisi yang segar bugar. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Maha Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya.
Gambar 1: Perangkat adat prosesi Siraman.
Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:
• Pammaja besar/Gentong.
• Gayung/tatakan pammaja.
• Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
• Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
• Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul.
• Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.
• Kelapa tunas.
• Gula merah.
• Pa’dupang.
• Leko’ passili.
Prosesi Acara Appassili:
• Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.
Gambar 2: Calon mempelai wanita memohon doa restu pada kedua orang tua
Gambar 3. Calon mempelai wanita menuju tempat siraman di bawah naungan Payung Lellu.
• Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan
terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.
Gambar 4. Prosesi acara Appassili (siraman)
• A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.
Gambar 6: Prosesi A’bubbu’ (Macceko)
• Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya, Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan dalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.
Gambar 6: Prosesi Acara Appakanre bunting
7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas makassar, yang terdiri dari:
• Pelaminan (lamming);
• Bantal;
• Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal;
• Bombong Unti (Pucuk daun pisang);
• Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar;
• Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) yang ditumbuk halus;
• Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak hingga mekar;
• Unti Te’ne (Pisang Raja);
• Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan);
• Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).
Gambar 7: Situasi ruangan tempat prosesi Akkorontigi/Mappacci
Acara Akkorontigi merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan. Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya. Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun pacar ke tangan si calon mempelai. Masyarakat Makassar memiliki keyakinan bahwa daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Akkorontigi, yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia.
Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:
Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Gambar 8. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci
Malam korontigi dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
8. Assimorong atau akad nikah.
Acara ini dilaksanakan di rumah mempelai wanita, dan merupakan acara akad nikah serta menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita yang disebut Simorong. Calon mempelai pria diantar oleh dua rombongan keluarga pria, dengan komposisi:
Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
• Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories untuk calon pengantin wanita.
• Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
Perangkat adat, yang terdiri dari:
• Seorang laki-laki pembawa tombak.
• Tiga orang anak kecil pembawa ceret.
• Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
• Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
• Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
Menyusul rombongan Calon mempelai Pria, yang terdiri dari:
• Rombongan orang tua;
• Rombangan saudara kandung;
• Rombongan sanak keluarga;
• Rombongan undangan.
Di masa sekarang, Assimorong dan prosesi Appanai Leko Lompo (seserahan) dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
Keluarga Calon Mempelai Wanita lalu keluar menjemput kedatangan rombongan calon mempelai pria, dengan komposisi sebagai berikut:
• Dua pasang sesepuh dari calon mempelai wanita keluar menjemput calon mempelai pria dan memegang Lola menuntun calon pengantin pria memasuki rumah calon pengantin wanita;
• Seorang ibu yang bertugas menaburkan benno (sejenis pop corn dari beras) ke calon pengantin pria saat memasuki gerbang kediaman calon pengantin wanita.
• Penerima erang-erang atau seserahan.
• Penerima tamu.
Gambar 9. Prosesi acara Mappasikarawa/A’padongko Nikkah
Gambar 10. Prosesi acara penyerahan mahar atau mas kawin
Prosesi acara Assimorong :
Setelah calon pengantin pria beserta rombongan tiba di sekitar kediaman calon pengantin wanita, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika calon pengantin pria telah siap di bawa Lellu, sesepuh dari pihak calon pengantin wanita datang menjemput dengan mengapit calon pengantin pria dan menggunakan Lola menuntun calon pengantin pria menuju gerbang kediaman calon pengantian wanita. Saat tiba di gerbang halaman, calon pengantin pria disiram dengan Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga calon pengantin wanita. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu calon pengantian pria beserta rombongan memasuki kediaman calon pengantin wanita untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.
Ini merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami.
9. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur untuk mengikuti beberapa acara seperti penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita, pemasangan sarung sebanyak tujuh lembar yang dipandu oleh anrong bunting (pemandu adat). Hal ini mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appala’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.
10. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya. Acara ini disebut Makkasiwiang
Seru dan menarik banget ya prosesinya.. .. Hmmm dari Makassar jalan-jalan kemana lagi yaa??..hehehe, penasaran kan?Tunggu artikel selanjutnya yaa..
Salam Undanganpro,
-kaeru-
Sumber :
(http://sanggartamalatejakarta.blogspot.com)
http://jendelabugis.blogspot.com/2010/03/tata-cara-perkawinan-adat-makassar.html
http://majalahversi.com/makassar/prosesi-pernikahan-ala-adat-makassar
No comments:
Post a Comment