Haiiiii… undangan lover, artikel kali ini kita mau jalan-jalan ke
kota Makassar ni.. selain terkenal dengan kulinernya kaya coto
makassarnya,pisang ijo,dll ternyata prosesi pernikahan adatnya juga unik
lho.. ga percaya?..yuk di baca artikelnya…hehehehe
Tata Cara Perkawinan Adat Makassar
Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya
memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:
1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
Dalam tahapan ini keluarga calon mempelai laki-laki melakukan
penyelidikan secara diam-diam untuk mengetahui latar belakang dan
keadaan pihak calon mempelai wanita.
2. A’suro (Massuro) atau melamar.
Tahap kedua adalah assuro yaitu acara pinangan atau lamaran. Dalam cara
ini secara resmi pihak calon mempelai pria menyatakan keinginannya
kepada calon mempelai wanita. Di jaman dahulu, proses lamaran ini
membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum
mencapai kesepakatan.
Proses lamaran ini membutuhkan waktu berbulan-bulan dengan melalui beberapa fase sebelum mencapai kesepakatan
3. A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
Selanjutnya setelah acara pinangan, dilakukan appa’nassa yaitu kedua
belah pihak keluarga menentukan hari pernikahan. Dalam fase ini, juga
diputuskan mengenai besarnya uang belanja yang harus disiapkan oleh
keluarga calon mempelai laki-laki. Adapun besarnya uang belanja
ditentukan menurut golongan dan status sosial dari sang gadis dan
kesanggupan pihak keluarga pria.
4. A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
Cara ini dilakukan setelah pinangan diterima secara resmi, prosesi ini
sama dengan prosesi pertunangan di daerah lain. Dalam tradisi Makassar,
acara ini disebut A’bayuang, prosesinya berupa pengantaran passikko’
atau pengikat oleh keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai
wanita, biasanya berupa cincin. Prosesi mengantarkan passikko’ diiringi
dengan mengantar daun sirih pinang yang disebut Leko Ca’di. Namun karena
pertimbangan waktu dan kesibukan, di jaman sekarang acara ini dilakukan
bersamaan dengan acara Appa’nassa.
5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita. Biasanya berlangsung selama tiga hari.
6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
Sebelum acara ini dilakukan, keluarga calon mempelai wanita membuatkan
tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di
depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota
keluarga. Rangkaian dari upacara ini terdiri dari appasili bunting,
a’bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting dilakukan
sekitar pukul 09.00 – 10.00 pagi. Pemilihan waktu itu memiliki maksud
agar calon mempelai wanita berada dalam kondisi yang segar bugar. Calon
mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa. Acara
ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat
kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat
perlindungan dari Yang Maha Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara
bahaya.
Gambar 1: Perangkat adat prosesi Siraman.
Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:
• Pammaja besar/Gentong.
• Gayung/tatakan pammaja.
• Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
• Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
• Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul.
• Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.
• Kelapa tunas.
• Gula merah.
• Pa’dupang.
• Leko’ passili.
Prosesi Acara Appassili:
• Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa
restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan.
Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah
naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat)
orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki
jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi
dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan
oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta)
yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.
Gambar 2: Calon mempelai wanita memohon doa restu pada kedua orang tua
Gambar 3. Calon mempelai wanita menuju tempat siraman di bawah naungan Payung Lellu.
• Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong
yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu
kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan
terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang
diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan
selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon
mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat
sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk
berganti pakaian.
Gambar 4. Prosesi acara Appassili (siraman)
• A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan
pelaminan dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau
lipa’ sabbe, serta assesories lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko)
dimulai dengan membersihkan rambut atau bulu-bulu halus yang terdapat di
ubun-ubun atau alis.
Gambar 6: Prosesi A’bubbu’ (Macceko)
• Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa
kue-kue khas tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’
bayao, Sirikaya, Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang
telah disiapkan dan ditempatkan dalam suatu wadah besar yang disebut
bosara lompo.
Gambar 6: Prosesi Acara Appakanre bunting
7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
Sehari menjelang pesta pernikahan, rumah calon mempelai wanita telah
ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas makassar, yang
terdiri dari:
• Pelaminan (lamming);
• Bantal;
• Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal;
• Bombong Unti (Pucuk daun pisang);
• Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar;
• Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) yang ditumbuk halus;
• Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak hingga mekar;
• Unti Te’ne (Pisang Raja);
• Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan);
• Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).
Gambar 7: Situasi ruangan tempat prosesi Akkorontigi/Mappacci
Acara Akkorontigi merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang
dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan. Acara
Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti
kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon
mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu
hari pernikahannya. Dalam ritual ini, mempelai wanita dipakaikan daun
pacar ke tangan si calon mempelai. Masyarakat Makassar memiliki
keyakinan bahwa daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan
kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau
Akkorontigi, yang artinya malam mensucikan diri dengan meletakan
tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai. Orang-orang yang diminta
meletakkan daun pacar adalah orang-orang yang punya kedudukan sosial
yang baik serta memiliki rumah tangga langgeng dan bahagia.
Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:
Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan
yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai
dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji
berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang
kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi
tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan
undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang
menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara
Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua
orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.
Gambar 8. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci
Malam korontigi dilakukan menjelang upacara pernikahan dan diadakan di rumah masing-masing calon mempelai.
8. Assimorong atau akad nikah.
Acara ini dilaksanakan di rumah mempelai wanita, dan merupakan acara
akad nikah serta menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat
Makassar. Calon mempelai pria diantar ke rumah calon mempelai wanita
yang disebut Simorong. Calon mempelai pria diantar oleh dua rombongan
keluarga pria, dengan komposisi:
Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
• Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara
atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan
assesories untuk calon pengantin wanita.
• Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca
berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1
buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya,
buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
Perangkat adat, yang terdiri dari:
• Seorang laki-laki pembawa tombak.
• Tiga orang anak kecil pembawa ceret.
• Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
• Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
• Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.
Menyusul rombongan Calon mempelai Pria, yang terdiri dari:
• Rombongan orang tua;
• Rombangan saudara kandung;
• Rombongan sanak keluarga;
• Rombongan undangan.
Di masa sekarang, Assimorong dan prosesi Appanai Leko Lompo
(seserahan) dilakukan bersamaan, maka rombongan terdiri dari dua
rombongan, yaitu rombongan pembawa Leko Lompo (seserahan) dan rombongan
calon mempelai pria bersama keluarga dan undangan.
Keluarga Calon Mempelai Wanita lalu keluar menjemput kedatangan rombongan calon mempelai pria, dengan komposisi sebagai berikut:
• Dua pasang sesepuh dari calon mempelai wanita keluar menjemput
calon mempelai pria dan memegang Lola menuntun calon pengantin pria
memasuki rumah calon pengantin wanita;
• Seorang ibu yang bertugas menaburkan benno (sejenis pop corn dari
beras) ke calon pengantin pria saat memasuki gerbang kediaman calon
pengantin wanita.
• Penerima erang-erang atau seserahan.
• Penerima tamu.
Gambar 9. Prosesi acara Mappasikarawa/A’padongko Nikkah
Gambar 10. Prosesi acara penyerahan mahar atau mas kawin
Prosesi acara Assimorong :
Setelah calon pengantin pria beserta rombongan tiba di sekitar kediaman
calon pengantin wanita, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan
yang telah ditetapkan. Ketika calon pengantin pria telah siap di bawa
Lellu, sesepuh dari pihak calon pengantin wanita datang menjemput dengan
mengapit calon pengantin pria dan menggunakan Lola menuntun calon
pengantin pria menuju gerbang kediaman calon pengantian wanita. Saat
tiba di gerbang halaman, calon pengantin pria disiram dengan Benno oleh
salah seorang sesepuh dari keluarga calon pengantin wanita. Kemudian
dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan
seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu calon pengantian pria
beserta rombongan memasuki kediaman calon pengantin wanita untuk
dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan
permohonan ijin kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang
selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.
Ini merupakan simbol bahwa tanggung jawab orang tua kepada si anak sudah berakhir dan dialihkan ke calon suami.
9. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.
Prosesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad
nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam
tradisi Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci
rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria
dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria
diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling
menyentuh). Sesudah itu, kedua mempelai bersanding di atas tempat tidur
untuk mengikuti beberapa acara seperti penyerahan mahar atau mas kawin
dari mempelai pria kepada mempelai wanita, pemasangan sarung sebanyak
tujuh lembar yang dipandu oleh anrong bunting (pemandu adat). Hal ini
mengandung makna mempelai pria sudah diterima oleh keluarga mempelai
wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk
melakukan prosesi Appala’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua
dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara
pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.
10. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu. Sehari sesudah
pesta pernikahan, mempelai wanita ditemani beberapa orang anggota
keluarga diantar ke rumah orang tua mempelai pria. Rombongan ini membawa
beberapa hadiah sebagia balasan untuk mempelai pria. Mempelai wanita
membawa sarung untuk orang tua mempelai pria dan saudara-saudaranya.
Acara ini disebut Makkasiwiang
Seru dan menarik banget ya prosesinya..
.. Hmmm dari Makassar jalan-jalan kemana lagi yaa??..hehehe, penasaran kan?Tunggu artikel selanjutnya yaa..
Salam Undanganpro,
-kaeru-
Sumber :
(
http://sanggartamalatejakarta.blogspot.com)
http://jendelabugis.blogspot.com/2010/03/tata-cara-perkawinan-adat-makassar.html
http://majalahversi.com/makassar/prosesi-pernikahan-ala-adat-makassar